Rasa Kangen Ingin Memilikinya Walau Sebentar

Posted on

Aji adalah namaku, OB di salah satu perusahaan swasta kecil di Ibukota. Tiga bulan pertama ada karyawan baru yang masuk untuk bagian resepsionis. Namanya Dewi. Wanita cantik, tinggi kurang lebih 165cm, berat 50kg, bibir sensual, ramah, suka senyum, senang pakai rok mini dan sepatu hak tinggi, kulit bersih dan rambut sebahu.

Suatu siang, aku sedang terburu-buru karena dipanggil Boss untuk menyiapkan sajian kepada tamu yang datang dari Kalimantan, tanpa sadar aku berpapasan dengan Dewi yang sedang berjalan sambil melihat hape tanpa memerhatikan jalan sehingga terjadi tabarakan tanpa sengaja antara aku dan Dewi.

Tubuhnya tinggi bila dibanding wanita biasa kira-kira 170 cm plus sepatu, soalnya tubuhku juga sekitar itu, secara reflek aku memeluknya karena takut terjatuh. Dalam dekapanku terasa harum parfum yang membuat darahku berdesir mengalirkan hawa nafsu hingga keubun-ubun.

“Duh, maaf mas Aji. Aku gak liat, ini sambil baca e-mail kerjaan dari bapak.” Ucap Dewi memelas.
“Iya, Mbak Dewi gapapa. Aku juga lagi buru-buru dipanggil si bapak soalnya hehehe.” Jelas ku sambil pamit untuk ke ruangan bapak boss.

Setelah itu kamipun kembali bekerja dengan kesibukan masing-masing dan tidak memikirkan lagi kecelakaan tadi. Kira-kira setengah jam sebelum jam kerja berakhir, aku hubungi dia lewat telephone untuk mengajak nonton dan kebetulan filmnya bagus sekali. Eh ternyata dia setuju kalau nontonnya hanya berdua saja.

Selama dalam perjalanan ke tempat tujuan kami ngobrol ngalor-ngidul tidak karuan dan tertawa dan kutanya apakah dia sudah punya pacar? Dijawab baru putus tiga bulan yang lalu makanya dia memutuskan untuk pindah tempatku. Kupikir dia ini lagi labil dan kebetulan sekali aku mau mendekatinya.

Setelah membeli karcis dan makanan kecil kami masuk ke dalam gedung yang masih sepi… biasanya juga sepi sih…. aku mengambil posisi di tengah dan boleh pilih tempat kata penjaganya. Sesaat filmpun dimulai… tanganku mulai menyentuh tangannya… dia masih membiarkan…

Mulailah pikiran kotorku… kuremas secara halus…. dia hanya membalas dengan halus…. Kudekatkan wajahku ketelinganya… nafasku mulai masuk melalui lubang telinganya yang sedikit terhalang oleh rambutnya yang harum. Kuberanikan untuk mencium leher… dia hanya mendesah,

“aaahhhhh……” kuarahkan ke pipi lalu ke mulutnya….. pertama kali dia menutup mulutnya tetapi tidak kuasa untuk membukanya juga karena aku terus menempelkan mulutku pada bibirnya…. “Ssssshhhhh……” Tanganku tetap meremas jemari tangannya lalu pindah ke leher dan sebelah lagi ke pinggang…

Lama kelamaan naik ke buah dada yang masih terbungkus oleh pakaian seragam kantor… lidahku mulai memainkan lidahnya begitu pula sebaliknya…. Ku perhatikan matanya mulai terpejam… jemarinya mulai agak kuat meremas tubuhku…. kami tidak memperhatikan lagi film yang sedang diputar.

Aku raba kebagian paha…. tetapi terhalang oleh stokingnya yang panjang sampai perut… sudah tidak sabar aku untuk meraba kemaluannya… dia menarik tanganku agar jangan meraba barangnya… kuraba terus akhirnya dia mengalah…. kubisikan untuk melepaskan stockingnya,

Kami lepas semua permainan sejenak… hanya untuk melepas stocking yang dia pakai… setelah itu kembali lagi ke permainan semula…. kurogoh dengan tanganku yang kekar dan berbulu selangkangannya yang masih terbungkus dengan cdnya… tanganku mulai kepinggulnya.

Ternyata dia memakai cd yang diikat disamping, kubuka secara perlahan agar memudahkan untuk melanjutkan kememeknya, yang terdengar cuma suara nafas kami berdua, sampailah aku kepermukaan pusar lalu turun kebawah, betapa kagetnya aku raba-raba ternyata bulunya hanya sedikit.

Kulepas mulutku dari mulutnya dan bertanya, “Wi, bulunya dicukur ya?” Bukan jawaban yang aku terima tetapi tamparan kecil mendarat dipipiku… plak! Ku lanjutkan lagi…. sampai akhirnya film sudah selesai. Kubisikan lagi, “Saya ikatkan lagi ya, Wi.” Tidak dijawab, kuikatkan kembali, filmpun berakhir kita semua bubar.

Melangkah dianak tangga ke tujuh, dia menarik aku lalu membisikan “Ji, talinya lepas….” buru-buru aku pepet samping kiri pinggulnya agar orang tidak menyangka. Turun lagi keanak tangga kesembilan eh dia bisikan lagi “Ji satunya juga, kamu sih, ikatnya nggak kencang” “Sory dech…” Kataku.

Akhirnya dia menuruni tangga dengan merapatkan kaki dan memegang samping kiri roknya. Cepat cepat aku ambil motor sementara dia berdiri menunggu.
“Sampai juga akhirnya…….” kita berdua hanya cekikikan saja.

“Mau kemana lagi kita sekarang….” kataku
“Terserah aja soalnya mau pulang males, lagi ribut sama mama.” Jawab Dewi singkat. Lalu kupercepat laju motorku menuju pondok tirta di Halim.

Begitu sampai, langsung masuk ke kamar, ngoborol-ngobrol sebentar, lalu aku kekamar mandi untuk mencari kondom berwarna hitam yang selalu aku siapkan di dalam tas dan kembali lagi terus kuciumi dia sampai nggak bisa nafas. “Eeeggghhhhh……” sambil mencabut mulutnya, “Pelan-pelan dong, Ji.”

Mulailah aku menciumi secara perlahan sambil membuka baju dan behanya. Teteknya tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil, putingnya mungil berwarna coklat gelap. Kuciumi teteknya, “Sssshhhhh……” sambil menjambak rambutku. Kumainkan lidahku di putingnya yang satu sementara yang satu lagi meremas tetek lainnya.

“Ssssshhhhhh……. “, nafas yang memburu.
Kuturunkan roknya lalu celana dalamnya dan kubaringkan ketempat tidur sambil terus menyusu, “sssshhh……ooohhh….. Ji…” Desah Dewi.

Aku tak peduli dengan suara itu, dan benar saja bulu jembutnya hanya sedikit dan halus-halus lagi, kubelai-belai meski hanya sedikit, lalu kumainkan itilnya yang sudah basah, dia agak kaget. “Aaauuu, ahhhh…” ku perhalus lagi permainkanku, mau kumasukan jemariku kememeknya tapi, “Aaaaauu, sakit Ji!” Teriak Dewi.

Lho anak ini masih perawan rupanya, pikirku. Kujilati terus pentilnya sambil kubuka seluruh pakaianku, tampaklah dua insan manusia tanpa benang sehelaipun, dia memperhatikan kontolku sejenak lalu tertawa, “Hahaha,” kenapa kataku, “Bentuknya lucu…” katanya polos sambil meremas pelan kontolku dengan tangan kirinya. Lalu pelan pelan ku geser pahanya agar merengang.

Ku pasangkan kondom yang baru ku beli tadi pagi, harganya gak terlalu semahal yang lainnya, tapi kondom berbungkus hitam ini selalu jadi andalan untuk urusan ranjang. Setelah itu, kuatur posisi untuk siap menerobos lubang memeknya.
“Eeghhh… egghhh….” belum bisa juga, dua kali baru kepalanya yang masuk, aku tidak kehilangan akal,

Kujilat terus puting susunya dan secara perlahan ketekan pantatku agar masuk seluruh kontolku dan “Ssssssshhhhhh… Eeeeggghhhh… Sssshhhh…” barulah masuk seluruhnya dan mulai kuayunkan secara perlahan sekali, “Sssssshhhhhh…. Ssssshhhhh… Aaakkhhhh….. Ji…..” “Ji……. “hanya itu suara yang terdengar, makin lama makin cepat ayunan pantatku dan kurasakan seluruh persendianku mau copot, “Sssssshhhhhh… Ooohhhh… My god…” Katanya.

Aku hentikan permainan karena aku mau keluar jadi kuhentikan sesaat, eh dia malah membalikkan tubuhku, kuatur posisi kontolku agar pas dilobang memeknya dan bbbllleeess, masuk lagi kontolku dalam lumatan memeknya yang masih kencang. Dia menaikan dan menurunkan badannya, “Ssshhhh…. Sshhhh… Aahhhh…..” Mulut ku disumpalnya dengan susunya dan putingnya sudah menegang semua seperti kontolku yang menegang dari tadi.

“Ssssshhh… Aaaaahhhhh…. Ooohhhhh… Sssssshhh…” lima menit kemudian, dia menjambak rambutku dan mejatuhkan tubuhnya ketubuhku. “Ji… Aaaakkkkkhhhh… Jiiiii… Sssshhhhh….” Rupanya dia mencapai klimaks, dan aku merasakan kejutan dari lubang memeknya seperti empot ayam.

“Sssshhhhhh… Aaahhhhhh… Jiiiiiiiiii…” Pejuku nyemprot didalam liang memeknya kira-kira empat atau lima kali kejutan, untung pakai kondom kalau tidak bisa repot, begitu pikirku. Akhirnya kami berdua lemas dan bermandikan keringat. Sesaat tubuhnya masih menindih tubuhku dan kuciumi dia dengan mesra.

Lalu dia menggeser ke kasur, kuambil sebatang rokok untuk kuhisap, ternyata dia ingin menghisap kontolku lagi.
“Aaahhh…..”, sambil memijat-mijat kontolku… “Jangan dikepalanya…” kubilang
“Emangnya kenapa??” Tanya Dewi.
“Ngilu tau, he… he… he…”

Kutanya secara perlahan,“Wi, hhmmm, cowok kamu dulu suka begini nggak?”
“Nggak berani…” Jawabnya singkat sambil menyudahi hisapannya di kontolku.
“Jadi ini yang pertama?” Tambahku.

Dewi hanya mengangguk, aku tidak memperhatikan kalau dikontolku itu ada tetesan darah dari memeknya. Dia berjalan menuju kamar mandi, lalu berteriak kecil, “Aaauuuu!”
“Kenapa Dewi?!” Tanyaku sedikit bingung.
“Kencingnya sakit.” Jawab Dewi.

Lalu kami mandi dan membersihkan badan berdua. Tanpa terasa sudah jam delapan tiga puluh, kami memesan makan malam dan disantap tanpa busana. Setelah santap malam kujilati lagi puting susunya sampai menegang kembali, aku meminta untuk mengulum kontolku tapi Dewi hanya menggeleng, kuraba memeknya juga mulai basah.

Kubalikkan dia, kuarahkan kontolku keliang memeknya dari belakang, “Aaaauu…..” Teriaknya kaget dan terus kuayunkan daari pelan sampai begitu cepat. “Sssshhhhh… ssshhhhh… ssshhh… Enakkk Jiiiii…”
Lalu dia minta aku berbalik dengan posisi terlentang sedang dia mulai menaki tubuhku sambil susunya disodorkan untuk dilumat lagi.

Kuarahkan lagi tanpa melihat dimana posisi lobangnya dan bless, dia mulai mengayunkan tubuhnya.
“Sssssshhhhhh… Sssshhhhh… Aaaahhhh… Ji…” Lima menit kemudian tubuhnya kembali mengejang dan “Aaaahhhhh……. Ji…” Sambil merapatkan tubuhnya ke tubuhku.

Kini giliran aku yang tidak bisa bernafas karena tertutup rambut, kuhentakkan pantatku kuat-kuat dan kuayunkan pantatku terus lalu, “Ssssssshhhhhhh….. Dewiiii………” pejuku yang kedua keluar. Kami istirahat sejenak lalu mandi air hangat lagi dan kutengok jam tanganku sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.

Kuantarkan dia pulang kerumahnya dibilangan tebet timur. Keesokan harinya kami bekerja seperti biasanya, tetapi dia menghubungiku, “Ji, masih sakit kalau pipis. Tuh sampai tadi pagi juga sakit.”
“Nggak apa-apa, tapi enak kan? Mau nambah?” Tanya ku menggoda.

“Nanti ya…” Jawab Dewi singkat. Aku hanya tersenyum membaca pesan singkatnya.
Semenjak saat itu aku secara rutin menyetubuhi Dewi, baik karena kemauan aku, atau karena libido Dewi yang sedang naik. Kita bahkan sempat beberapa kali melakukannya di kantor secara diam-diam bila memang nafsu sudah tidak bisa tertahankan.