Part 1 Jalur Bisnis Yang Meningkat Cerita Kunjungan Bisnis Yang Penuh Birahi Bersama Rekan Usaha Yang Bohay

Posted on

Kejadian ini berawal saat aku mendapatkan tugas baru di Purwokerto untuk expansi kantor cabang perusahaan yang baru. Tempatku bekerja adalah sebuah perusahaan otomotif. Di tempat yang baru ini sebagai Branch Manger aku mendapatkan tugas untuk merekrut karyawan untuk semua posisi.

Untuk itu aku dibantu oleh seorang supervisor yang merupakan orang setempat. Supervisorku ini ternyata orang nya gaul banget. Hampir setiap orang disana mengenalnya. Apalagi kalo masalah kenalan teman wanita atau tempat nongkrong atau dugem. Suatu saat aku dikenalkan dengan teman wanitanya yg bernama Risa. Tingginya sekitar 160cm-an, dengan badan yg padat tp tidak terlihat gemuk.

Berat badan sekitar 50kg-an, umur 21th. Wajahnya manis, kulitnya putih, dengan rambut panjang sebahu. Sama dengan seleraku yg lebih menyukai wanita berwajah manis dari pada berwajah cantik, gak bosen liatnya menurutku. Kebetulan dia masih kuliah tapi ingin sambil bekerja. Sebelumnya dia juga berprofesi sebagai SPG.

Sebagai Branch Manager aku tinggal aproval saja, selanjutnya kirim data ke HRD Pusat untuk ACC. Namun sebelumnya harus ke HRD Pusat untuk melengkapi berkas-berkas persyaratan karena kantor cabang baruku ini belum memiliki Divisi HRD.

Singkat cerita dari Supervisorku aku diberi kabar kalau Risa mendapat panggilan ke Kantor Pusat di Semarang. Sebenarnya aku juga sudah tahu, jadi aku sudah mempersiapkan rencana agar bisa lebih dekat dengan Risa. Jadwal wawancara hari Sabtu.

Satu hari sebelum wawancaranya, aku mengajukan cuti sehingga aku bisa libur 2 hari. Kepada Risa aku beralibi ada meeting ke Semarang hari Sabtu, jadi jumat sore aku mengajak Risa untuk berangkat bersama. Perjalanan ke Semarang memakan waktu cukup lama. Kalau naik travel bisa memakan waktu tempuh sekitar 7 jam perjalanan.

Awalnya Risa sempat bingung juga karena dia tidak mempunya saudara di semarang, tidak ada tempat menginap. Tapi aku bilang kepadanya tak ada masalah karena disana aku memiliki saudara dan kami bisa menginap disana. Akhirnya dia bersedia untuk berangkat besama ke Semarang.

Tiba hari jumat sore, aku jemput Risa di rumahnya. Ini pertama kali aku ke rumahnya dan bertemu dengan orang tuanya. Keluarganya senang karena tidak merasa kawatir Risa harus berangkat ke semarang sendirian dan ada yg menjaganya. Sepanjang perjalanan di mobil kami banyak bercerita, dan semakin akrab dan dekat. Kami tiba di semarang sekitar jam 8 malam.

Mobil aku arahkan ke Tembalang, ke rumah kontrakanku bersama 2 orang temanku sewaktu masih kuliah di Semarang. Rumah itulah yg aku ceritakan ke Risa sebagai rumah saudaraku. Sesampainya disana ternyata rumah dalam keadaan kosong. Memang ini adalah bagian dari rencanaku. Setiap hari jumat sore setelah kuliah mereka pasti langsung cabut pulang kampung ke Pati dan Solo.

Kuketuk pintu beberapa kali tidak ada jawaban. Setelah 15 menit tidak ada jawaban dari dalam rumah, aku mulai menjalankan rencanaku. Aku pura2 menelfon menghubungi saudaraku.
“Hallo ndik, kamu dimana? kok rumah gak ada orang?” pura-pura aku berbicara di telefon dengan sadaraku.

“Oh gitu ya. Ini aku lagi di Semarang, besok ada meeting dipusat. Rencana mo nginep di sini. Kamu kapan balik ke semarang?”
“Ya udah kl gitu, tar gampang deh. Besok aja aku mampir ke sini lagi. Salam buat Om ma Tante ya.” pura-pura ku akhiri panggilan telfonku.

“Ri maaf yah, ternyata Om sekeluarga mendadak ke luar kota siang tadi. Ada saudara yg meninggal. Aku kemaren juga gak nelfon dulu kalo hari ini mo kesini, karena biasanya juga mereka jarang2 pergi, misal pergi juga si Andi sepupuku tetep di rumah.” kataku dengan nada pura-pura menyesal.

“Terus gimana mas?” sahut Risa dengan wajah sedikit cemas.
“Mmmm… gini aja. Kita nginep di Hotel, kebetulan ada jatah Hotel disini kalau sedang ada meeting ke Semarang. Gapapa kan?” tanyaku.

“Ya udah deh, terserah mas aja.” sahut Risa dengan nada pasrah.
Selanjutnya kami menuju ke arah kota Semarang. Mobil aku arahkan ke Hotel di daerah Gajah Mungkur. Disana aku sudah tahu Hotel yg aman dan asik tempatnya.

Sesampainya di Hotel mobil ku arahkan ke tempat parkir depan lobi.
“Ri, Mas ke Lobi dulu ya sebentar. Kamu tunggu disini aja?” kataku sambil membuka pintu mobil.
“Iya mas” sahut Risa.

Bagus, sesuai rencana kataku dalam hati sambil tersenyum manis ke Risa.
Setelah agak lama di lobi yg memang dengan sengaja aku berada disitu, aku kembali ke mobil.
“Lama yah nunggunya?” tanyaku ke Risa.
Dia hanya tersenyum. Melihat senyuman itu entah kenapa tiba-tiba muncul perasaan tertentu dalam hatiku.

“Sekali lagi maaf ya Ris, mungkin ada yg bikin kamu gak enak lagi nih. Ternyata disini tinggal ada satu kamar. Tadi mas sudah minta tolong ke resepsionisnya untuk dicariin lagi bener2 satu kamar lagi. Tapi dia bilang bener2 udah full gak ada yg lain, paling cepet ada cekout besok pagi.

Terus aku juga minta dicariin ke Hotel lain siapa tahu masih ada yg kosong, udah coba dicari2 in udah full semua, biasa kl hari jumat sampai hari minggu pasti full booking semua katanya. Ini aja beruntung masih dapet satu kamar, itu juga lagi di rapiin” kataku sambil pura2 jengkel.

“Dapetnya yg VVIP. Tar aku tidur di sofa aja gak papa. Giman gapapa kan?” kucoba meyakinkan Risa.
“Sekali lagi aku minta maaf banget jadi kacau begini jadinya” kataku lagi sambil pasang wajah penyesalan.
“Aduh gimana yah…” sahut Risa dengan wajah bingung

“Mmm, udah gak ada alternatif lain sih. Makanya aku tadi agak lama di loby sambil cari alternatif lainnya. Aku janji deh, gak akan ngapa-ngapain.
Kalau nggak, tar aku tidur di mobil aja ga papa” kataku mencoba kembali mencoba meyakinkan Risa.
Risa masih nampak ragu.

Setelah beberapa saat, “Mmm… ya udah deh ga papa. Maaf malah Risa yg jadi ngerepotin Mas?” saut Risa dengan suara sedikit memelas.
“Kalau gitu kita segera cari kamarnya aja agar bisa langsung istirahat.” sambil kunyalakan mesin mobil dan segera kujalankan untuk mencari kamar yg sudah aku pesan.

Kamar Hotel itu kebetulan berbentuk paviliun. Terlihat berjajar rapi, seperti satu rumah dengan satu kamar tidur saja jadinya. Letaknya yg diatas bukit dan view menghadap kota semarang menjadikan pemandangan yg indah di malam hari dengan pendar lampu kerlap kerlip dari arah pusat kota.

Sesampai paviliun yg sesuai dengan nomor kunci kamar segera kuparkir mobil.
“Yuk Ris, turun. Yg di bagasi biar kubawa aja” kataku sambil mematikan mesin mobil.
“Wah…. bagus ya pemandangan disini?” kata Risa sekeluar dari mobil dengan wajah takjub.

“Iya. Banyak pemandangan bagus malam hari disini, karena banyak bukit2 banyak tempat romantis malam hari di kota Semarang” kataku sambil kubuka bagasi mobil dan mengambil barang2 yg ada disitu.
“Kalau kamu gak capek, nanti kita makan malam di Kafe yg enak buat nongkrong, suasananya enak dan pemandangannya bagus.” kataku sambil berjalan ke pintu kamar.

“Iya, makan malem di kafe aja mas. Risa pengen liat pemandangan kota Semarang, kliatannya asyik” sahut Risa dengan nada riang.
“Yaudah, skarang kamu mandi dulu biar badan lebih seger. Habis itu kita cari makan ke Kafe” kataku sambil kutatap wajah Risa yg semakin manis saja.

Setelah selesai mandi, kuajak Risa ke Kafe yang menjadi tempat nongkrongku dulu sewaktu masih kuliah di semarang. Pengunjungnya tidak begitu banyak karena baru hari jumat malem. Aku pilih meja dilantai dua agar bisa sembari menikmati pemandangan malam kota Semarang.

“Bener mas, tempatnya enak, romantis. Itu yang dibawah kota Semarang ya Mas?” tanya Risa.
“Iya, bagus kan?” sahutku sambil kucoba mencari sesuatu diantara lautan lampu kerlap-kerlip yg terlihat jauh di bawah Kafe.

“Itu yg berwarna biru kerlap-kerlip merah..” sambil kutunjuk kebawah memberi tahu Risa “Besok pagi kita kesana. Itu Kantor Pusat” kataku ke Risa.
“Kira-kira susah gak mas wawancara besok?” tanya Risa.
“Nggak, cuman formalitas aja. Kemaren aku sudah telfon ke Pak Hari. Dia orang HRD yg besok wawancara kamu” jawabku.

Selanjutnya kami ngobrol kesana-kemari, bercanda, menikmati suasan malam kota Semarang. Terasa semakin dekat hubunganku dengan Risa. Tak bosan-bosan kutatap wajahnya, kunikmati senyum dan suara tawanya. Semakin dalam perasaan tertentu yang kurasaka sedari tadi mulai tumbuh dalam hatiku.

“Udah jam 10. Kita pulang ya Ris…. kamu mesti siap-siap untuk wawancara besok” kuajak Risa pulang kembali ke Hotel untuk beristirahat.
Risa hanya mengangguk dan kugandeng tangannya menuju mobil. Ada rasa aneh yang menjalar di hatiku saat telapak tanganku bertemu dengan telapak tangannya. Hatiku berasa berdebar.

Sesampainya di kamar Hotel Risa segera ke kamar mandi untuk berganti baju sementara aku duduk di sofa sambil menonton televisi. Sekeluar dari kamar mandi berganti baju aku lihat dia memakai celana pendek dengan kaus longgar yang agak tipis. Sejenak aku tertegun, karena baru kali ini aku melihatnya seperti itu.

Pahanya yg mulus membuat darahku berdesir. Kemudian dia berjalan ke meja disebelah tempat tidur dan membuka tasnya. Dia mengambil sesuatu dan berjalan ke arahku.
“Ini mas, tadi aku lupa bawa cemilan, buat temen sambil nonton tivi” sambil membungkuk meletakkan cemilan di meja yg ada didepanku.

Baju nya yg longgar tersingkap ke bawah, tampak gundukan didadanya yg tertutup Bra warna hitam menggelantung indah, ahhh… berdesir aliran darahku. Memang tidaklah besar, hanya sekepalan tanganku. Tapi terlihat kencang putih dan mulus. Ingin saat itu juga kuraba benda kenyal bulat itu.

“Kok diem aja mas….?” sedikit terkaget aku karena sedang asyik mengamati dua gundukan indah di dada Risa.
“Eh… iya..iya..makasih?” kataku sambil tergugup. Dan sepertinya Risa menyadari apa yg terjadi. Buru-buru di pegangnya ujung belahan bajunya, kemudia berdiri dan berjalan ke tempat tidur.

“Mas, Risa tidur dulu ya…” kata Risa sambil merebahkan badannya ke tempat tidur.
“Iya, tidur aja dulu. Mas belum ngantuk, mo liat film ini dulu” sahutku.

Kulihat Risa mulai memejamkan matanya sambil kuamati bagian dadanya yg sejak tadi membuat jantungku berdebar tak karuan. Gak besar, tapi memang terlihat kencang. Apakah sudah pernah ada yang menjamahnya? Seberapa besar sebenarnya benda kenyal yang ditutupi bra hitam itu tadi? Kecil atau besarkah putingnya? Berwarna ping atau kah coklat putingnya? Ahh….seribu tanda tanya di dalam otakku saat itu yg membuat gairah ku naik namun masih ragu.

Hampir 1 jam aku masih di sofa sambil menonton televisi tapi sebenarnya pikiranku terus saja dihinggapi rasa penasaran dan hasrat yg bergejolak.
“Mas…… suda tidur belum?” tiba2 terdengar lirih suara Risa mengagetkan serta membuyarkan bayanganku.
“Belum” sahutku sedikit kaget.

“Mas pasti gak bisa tidur ya, tadi capek nyetir mobil seharian. Disitu gak bisa ngelurusin badan. Mas kesini aja….. tidur disini aja. Kasihan Mas badannya capek gak bisa tidur” kata Risa kemudian yg membuatku sedikit tidak percaya.
Namun setelah itu aku menjawab, “Emang gak papa nih mas tidur di situ? Risa gak kawatir?” sahutku, walupun pun sebenarnya dari tadi aku sudah mengharapkan hal ini bisa terjadi.

“Nggak, nggak papa mas. Kasihan badan mas capek” sahut Risa. Wuih…. berasa seperti dapat durian runtuh nih, ah… lebih malah. Segera aku beringsut ke tempat tidur dah merebahkan badanku di sebelah kiri Risa. Mata Risa terpejam.
Cukup lama aku berdiam sambil bepikir. Berani nggak ya? kalau aku nekat apa nanti yang akan terjadi? Pikiran ini yang berkecamuk dalam otakku saat ini.

Akhirnya kuberanikan untuk mengangkat tanganku dan mulai membelai-belai rambut Risa sambil kumiringkan badanku menghadap kearahnya. Karena tak ada reaksi akhirnya kuberanikan diri untuk mulai menciumi pundaknya. Risa masih tetap diam saja. Sambil terus kubelai-belai rambutnya, mulai kuciumi telinganya. Risa mulai sedikit menggeliat.

Melihat hal itu justru membuatku semakin bersemangat. Selanjutnya mulai kuciumi lehernya. Dia kembali hanya menggeliat. Akhirnya tangan kiriku sudah tidak sabar. Segera tangan kiriku mengarah ke dada Risa. Kupegang gundukan sebesar kepalan tangan itu sambil terus kuciumi leher dan kubelai-belai rambutnya. Dia mulai menggelinjang.

Tangankupun mulai meremasnya pelan. Namun masih ada baju dah bra hitam menutupinya. Tak puas karena masih ada baju dan bra yang menutupi gundukan itu, tangan kiriku mulai menyelinap ke balik baju dari bawah. Mulai kugerayangi bagian perutnya, kusentuh lembut dan pelan dengan ujung-ujung jariku sambil kubelai-belai leher dan telinganya. Dia semakin menggelinjang. Mulai kuturunkan belaianku ke arah dadanya.

Sengaja tidak langsung ke dalam branya, aku hentikan belaianku di antara belahan dadanya yg tidak tertutup bra hitam. Dia menggelinjang-gelinjang sambil sedikit mendesah. Setelah beberapa lama baru mulai ku coba menyibak bra hitamnya agar bisa kusentuh seluruh gundukan itu. Risa semakin menggelinjang dan mendesah tak beraturan. Tiba-tiba tangan kananya memegang tanganku yg masih berusaha menyibakkan bra hitamnya.

“Ja..ngan mass…” bisiknya lirih sambil agak tergagap karena menahan gejolak nafsu yang mulai merasukinya. Namun tetap saja kucoba menyibakkan bra nya. Tangan kananku menyusup dibawah bra hitamnya. Dan akhirnya dapat ku sentuh seluruh gundukan itu. Saat itu juga badannya seperti terlonjak kaget, karena putingnya tergesek telapak tanganku.

“Ja..ngan mass…” bisiknya lirih sambil agak tergagap karena menahan gejolak nafsu yang mulai merasukinya. Namun tetap saja kucoba menyibakkan bra nya. Tangan kananku menyusup dibawah bra hitamnya. Dan akhirnya dapat ku sentuh seluruh gundukan itu. Saat itu juga badannya seperti terlonjak kaget, karena putingnya tergesek telapak tanganku.

“Mas…. ja…ngan” kembali Risa bebisik sambil tergagap.
Namun aku sudah tidak peduli. Ku remas-remas lembut payudaranya yang tepat segenggamanku. Terasa masih kencang. Risa kembali menggelinjang-gelinjang seperti cacing kepanasan. Melihat itu justru semakin membuat birahiku memuncak. Mulai ku sentuh dengan halus ujung puting nya yg kecil dengan ujung jariku.

Dia pun mendesah tak beraturan seperti orang meracau. Kemudian sesekali tubuhnya mengejang. Dari mimik wajahnya aku bisa melihat kalo dia sedang dalam kondisi horny berat. Tangannya yg tadi mencoba menghalangi untuk menyentuh bagian yg sensitif itupun sudah terkulai di ranjang sambil mencengkeram bedcover. Tak menyia-nyiakan waktu segera kutarik bajunya ke atas sehingga nampak bra hitam yang masih menutupi dadanya.

Kucoba menyibakkan penutup dada itu dengan mendorongnya keatas. Begitu bra itu berhasil bergeser ke atas nampak dua buah payudaranya yang sebesar genggaman tanganku menyembul di dadanya. Bulat, kencang dan putih mulus, hingga menampakkan gurat-gurat biru urat nadinya. Payudara putih mulus bermahkotakan puting merah muda yang mulai membengkak, sehingga nampak retakan-retakan halus.

Aku semakin bernafsu melihat pemandangan yang nampak didepanku. Segera kuarahkan bibirku untuk menyentuh putingnya, kemudian aku ciumi dengan lembut. Kembali tubuhnya terkejang dengan desahan tertahan. Sambil terus kukulum puting sebelah kirinya, tangan kiriku mulai meramas pelan payudara disebelahnya. Setelah itu mulai kusentuh lembut putingnya dengan ujung jari-jariku sambil terus mengulum puting kirinya.

Kembali tubuhnya mengejang sambil mendesah dengan lebih kencang lagi. Agak kaget juga karena kawatir kalau sampai suara itu terdengar dari luar. Tapi hal itu juga yg justru semakin memacu birahiku. Ah…. masa bodo, toh kl ada yg denger juga maklum fikirku.

Melihat wajah Risa yg seperti tersiksa, segera aku beringsut ke bawah. Kutarik celana pendek longgarnya ke bawah. Tidak ada perlawanan. Kulihat celana dalam boyshorts putih tipis menutupi bagian bawah auratnya. Terlihat bercak basah di bagian bawah celana dalam yg menutupi auratnya, hingga tercetak jelas belahan vaginanya. Hmm… sudah mulai basah ternyata fikirku.

Ku pegang pinggulnya dan kuarahkan kepalaku ke perutnya dan mulai kuciumi. Kepalanya menggeleng-geleng dan tangannya memegangi kepalaku. Kucium dan kujilat dengan lembut bagian perutnya, semakin lama semakin kebawah hingga tiba persis di atas bagian kemaluannya.

Segera sedikit kuturunkan celana dalamnya sehingga mulai terlihat bulu2 halus yg tumbuh disitu. Kucium sambil sedikit kutekan dengan kepalaku. Tangan Risa yang memegang kepalaku mulai menjambak rambutku. Sedangkan kedua kakinya mulai menekuk keatas dengan posisi sedikit mengangkang.

Aku mulai tidak sabar. Pelan-pelan kuturunkan celana dalamya sambil kunikmati pemandangan indah yang ada didepanku. Sedikit demi sedikit terlihat kemaluannya yg sudah basah ditumbuhi rambut-rambut halus yang tidak begitu lebat dengan lipatan vagina yg masih rapi dan rapat. Kuhentikan menarik celana dalamnya sampai sebatas paha membuat kedua lututnya yg masih tertekuk keatas dengan sedikit mengangkang beradu karena tertahan celana dalamnya yang aku turunkan hingga sebatas paha.

Kembali ku nikmati sejenak pemandangan yang sangat seksi itu. Terlihat kepala Risa menghadap ke samping kiri dengan matanya masih terpejam, tangannya terkulai di ranjang dengan napas yg masih memburu. Sekali lagi kunikmati pemandang lipatan kemaluannya dari bawah kakinya.

Beberapa saat kemudian aku beringsut dengan kepala diantara kedua kakinya, kubenamkam kepalaku ke pangkal pahanya dengan bibir berada di lipatan vaginanya. Risa terpekik sesaat, namun segera kuciumi dan kujilati vaginanya. Kembali Risa hanya dapat menggelinjang dengan tangan mencengkeram bedcover menahan hasrat birahinya, sedangkan kakinya tak dapat bergerak karena masih tertahan celana dalamnya yang sebatas paha.

Saat kujilati vaginanya dan lidahku mulai masuk ke dalam liang kemaluannya kembali badan Risa mengejang dengan pekik tertahan, kali ini lebih dahsyat. Dan saat itu mulai kurasakan vaginanya yang semakin basah. Bau khas cairan vagina segera tercium olehku. Beberapa saat kemudian kuhentikan gerakan lidahku karena badan Risa semakin mengejang dengan hebat. Aku kawatir kalau Risa sampai tak tahan menahan orginya.

Aku duduk di antara kedua kakinya. Kulihat napas Risa yg masih terengah2 menahan apa yg telah aku lakukan tadi di ujung pangkal pahanya. Perlahan kudekati kepalanya dengan matan yg juga masih terpejam. Kucium mesra keningnya sambil kubelai rambut di kepalanya.

Kedua tanganku bergerak turun ke belakang bahunya. Kucoba mencari pengait bra nya. Agak lama kucari-cari tapi aku tak bisa menemukannya. Sepertinya Risa mengerti tujuanku.
“Nggak bisa dari situ mas…..” bisiknya. Kemudian dia bangkit dan melepas sendiri baju serta bra yang telah tersingkap hingga sebatas ketiaknya. Selanjutnya dia merebahkan lagi badannya ke ranjang sambil menatapku.

Sekarang sungguh terlihat pemandangan yang sangat indah dan sexi. Didepanku terbaring Risa dengan tonjolan putih didada yang masih kencang, dan puting kecil merah muda yg begitu ranum. Kakinya yg tadi tertekuk ke atas sekarang terjatuh ke samping kiri dengan celana dalam yg masih tersangkut sebatas pahanya.

Rambut di kepalanya mulai tampak dibasahi keringat menahan siksaan birahinya sejak tadi. Entah sudah berapa kali dia orgasme, karena sudah berkali2 badannya mengejang. Raut wajahnya nampak sedikit capek. Ah…. sungguh pemandangan yang sangat seksi dan indah yg membuatku ingin segera menyetubuhinya.

“Mas…..” bisiknya pelan sambil menatapku seperti mengiba.
Entah mengiba karena sudah tidak kuat atau mengiba untuk segera mendapatkan klimaksnya.

Kucium keningnya dengan lembut sambil kuusap keringat di samping kepalanya yg membasahi rambut. Harus segera kutuntaskan karena skarang nafsuku pun tak bisa lagi aku tahan. Aku baranjak ke arah kakinya. Kutarik kakinya yg tadi menekuk kesamping hinga lurus ke bawah. Kulepas juga celana dalamnya yang sedari tadi masih sebatas paha namun hanya satu kaki yang aku lepaskan, sehingga celana dalamnya masih menyangkut sebatas paha kanannya.

Kulepaskan semua baju dan celanaku sehingga kami berdua skarang dalam keadaan telanjang. Kurasakan penisku sudah menegang sedari awal tadi. Segera kurebahkan badanku di sebelah kiri Risa, kurengkuh bahunya dan kupeluk erat dari samping sambil kuciumi leher dan telinganya. Risa mendesah perlahan. Mulai ku gerayangi lehernya dengan tangan kiriku. Berikutnya turun ke bawah lehernya, hingga akhirnya sampai di dadanya.

Kembali kusentuh lembut putingnya. Dia menggelinjang. Kuremas halus payudaranya, kemudian mulai kusentuh puting kirinya dengan bibirku. Risa semakin menggelinjang dengan desahan yg lebih panjang. Mulai kukulum putingnya sambil tangan kiriku memainkan puting kanannya.

“Mas…….” kembali kudengar rintihan Risa terdengar lemah memelas.
Kugerayangi perut dan pusarnya dengan tangan kiriku hingga semakin kebawah mendekati vaginanya. Kurasakan lembut bulu-bulu kemaluannya. Kaki dan badan Risa menggelinjang tidak karuan.

Kusentuh belahan vaginanya yg sudah sangat basah. Kucoba mencari klitorisnya namun tak dapat kutemukan, mungkin karena kecil. Kali ini tangan Risa memegang tangan kiriku yg sedang berusaha mencari-cari klitorisnya. Tapi bukan untuk menahannya, malah justru berusaha membimbing tanganku untuk menemukannya. Kutemukan klitorisnya yg ternyata memang kecil, kusentuh halus dengan ujung jariku. Sementara ujung jari tengah ku juga mencari lubang senggama di kemaluannya.

Kembali Risa menggelinjang tak karuan seperti menahan sesuatu yg tidak tertahankan. Perlahan kutusuk lubang senggamanya begitu kutemukan. Kali ini dia melenguh panjang sambil memegang tanganku untuk memasukkannya lebih dalam. Kumainkan jari tengahku di dalam lobang senggamanya. Mungkin dia sudah tidak perawan karena dengan mudah kumasukkan jariku disitu.

Puas aku mengulum puting dan memainkan jariku di lobang senggamanya, kutarik kaki dan tubuhnya dengan agak kasar ke bawah hingga pantatnya sampai di ujung ranjang dengan kaki aku kangkangkan. Segera aku jongkok dan mulai menjilati lubang senggamanya yg sudah basah. Risa langsung kelojotan tak karuan karena lidah ku mengenai klitorisnya. Badannya mulai mengejang.

Aku pastikan itu rintihannya memohon untuk segera ada sesuatu yang lebih nikmat masuk ke lobang senggamanya. Namun tetap saja permohonannya belum aku kabulkan. Selangkanganku hanya aku tempelkan di pangkal pahanya, sehingga batang penisku menempel di bibir kemaluannya yg sudah sangat becek. Aku gesekkan ke atas bawah pelan-pelan sehingga klitorisnya bergesekan dengan batang kemaluanku. Badan Risa semakin terkejang hebat.

“Ma..as….. a..ku… sudah….gak tahan… lagi” bisiknya memohon sambil memandangku dengan mata yg sayu karena birahinya sudah memuncak sambil menggigit bibir bawahnya. Sedangkan tangannya mencoba menuntun batang kemaluanku agar masuk ke liang senggamanya.
“Inilah kata-kata yg sudah aku tunggu dari tadi Ris” kataku dalam hati.

Tanpa kupegang aku arahkan kemaluanku ke lobang vaginanya. Secara insting batang kemaluanku mulai mencari-cari lobang senggama Risa sambil terus aku gesek-kesekkan. Tak lama ujung kemaluanku telah berada di pintu lobang senggamanya, dan secara perlahan kumasukkan kesitu. Mulus tak ada gangguan, karena memang vagina Risa sudah sangat basah. Kutekan batang kemaluanku hingga semua tercelup masuk ke dalam lobang senggamanya.

Saat masuk sampai ke ujung kembali Risa terpekik pelan. Kutahan sesaat posisinya tetap berada disitu, baru kemudian perlahan aku keluar masukkan secara lembut. Risa mulai gelagapan, kepalanya menggeleng kekanan-kiri seperti menahan sesuatu yg teramat ngilu. Tangan kanannya mulai mencengkeram bedcover dan tangan kirinya meremasi paudaranya sendiri.

Sambil terus memasukkan dan mengeluarkan penisku, aku mulai membungkuk. Mulutku mencoba menggapai puting Risa yang terlihat semakin membengkak, merekah, memerah, memperlihatkan retakan-retakan di puting nya. Segera kukulum dan kupermainkan dengan lidahku. Tubuh Risa menggelinjang sejadi-jadinya.

Tangan kanannya mencengkeram rambut di kepalaku, berusaha menyingkirkan kepalaku agar aku tidak mempermainkan putingnya dengan lidahku. Namun kepalaku tetap tidak bergeming. Sepertinya Risa benar-benar sudah tidak kuat menahan rasa ngilu namun juga nikmat yang terasa amat sangat.

Kupercepat gerakan pantatku mendorong kedepan belakang sambil kuhisap dalam-dalam putingnya sehingga terasa masuk hampir ke dalam tenggorokanku. Tentu saja Risa terpekik keras. Sejenak kemudian badannya mulai kembali kejang-kejang. Segera kupercepat gerakan pantatku mendorong kemaluanku masuk ke vagina Risa dengan lebih cepat. Kaki dan pinggul Risa semakin terkejang hebat. Saat itu juga kemaluanku sudah terasa sangat keras.

Kubenamkan dalam-dalam didalam liang senggamanya. Terasa juga otot -otot vagina Risa berkedut-kedut sehingga membuat kemaluanku seperti di remas-remas otot vaginanya. Sesaat kemudian aku rasakan ada cairan kental muncrat dari ujung penisku. Risa melenguh panjang, kakinya lurus menegang, kedua tangannya mencengkeram erat kepalaku seperti baru menahan suatu rasa yang teramat sangat…

Cairan hangat kental telah masuk membanjiri rahimnya. Sementara otot-otot vaginanya masih terasa berdenyut-denyut mencengkeram batang kemaluanku yang masih terus berusaha menyemprotkan air mani yang tersisa hingga habis.

Batang penisku tetap aku benamkan didalam lobang senggamanya, kaki dan badan Risa terlihat mulai melemas. Sementara cairan hangat mulai membajir keluar, meleleh dari vagina Risa. Itu adalah air maniku yg telah bercampur dengan air mani Risa yang keluar karena tidak cukup tertampung di dalam rahimnya.

Kupegang kepala Risa dengan kedua tanganku, perlahan kukecup sayang bibirnya, kemudian kulumat semua bibirnya. Risa masih tetap terpejam dengan nafas masih terengah-engah. Rambut di kepalanya terlihat basah oleh keringat. Perlahan kuusap rambut di dahinya,kucoba bersihkan keringatnya.

Aku perlahan bangkit, dan perlahan pula kukeluarkan batang kemaluanku dari lubang senggama Risa. Begitu terlepas, badan Risa kembali mengejang namun hanya sesaat. Pertanda masih belum hilang dari rasa yg baru saja aku perbuat.

Kuraih bantal di sebelah Risa, perlahan kuangkat pantat nya dan kuselipkan dibawahnya. Tidak tau kenapa langsung terbesiti dipikiranku agar Risa hamil. Tak peduli apakah sebenanya Risa juga menginginkannya ataukah tidak. Aku ingin wanita yang terbaring didepanku ini hamil.

Perlahan mata Risa terbuka.
“Mas……” panggilnya lirih.
Aku duduk di samping nya. Ku usap lembut kepalanya.

Risa menatapku dengan pandangan yang tak kumengerti, seperti ada sedikit gundah, takut, menyesal, senang bercampur jadi satu. Kubalas tatapannya dengan senyum lembut. Kami hanya saling terdiam beberapa saat. Kemudian aku bangkit untuk mengambil tisu untuk membersihkan cairan yang membanjiri vaginanya.

Belum sempat aku berbalik Risa telah memelukku dari belakang. Kurasakan payudaranya yg hangat mengganjal di punggungku. Aku berbalik dan memeluk erat Risa Tangannya pun begitu erat memelukku sambil kepalanya bersandar di pundakku. Kukecup mesra kepalanya. Beberapa saat kemudian kubalikkan badan Risa, kulingkarkan tanganku di perutnya. Tangannya pun memegang tanganku di depan perutnya.

Kini kami menghadap ke kaca rias besar di depan kami. Aku bisa memandangi tubuh Risa dari situ. Kulihat risa memandangiku dengan tatapan manja. Tangan kanannya keatas memegangi belakang kepalaku, diusap-usapnya. Dengan posisi itu aku malah melihat dada Risa yang seperti membusung, payudaranya terlihat tergelayut bulat dan kencang.

Kemaluanku pun menempel di pantat Risa. Tiba-tiba darahku bergejolak lagi. Kuangkat tangan kiriku mencengkeram payudara kanannya yang terlihat membusung karena tangan kanannya terangkat memegang belakang kepalaku. Tangan kananku tetap merangkul perutnya sambil kuciumi dari arah balakang telinga kanannya.

“Aaah…. Mas mulai lagi deh…” kata Risa manja.
Mulai kumainkan lagi jariku di puting Risa, sementara tangan kanan ku sudah mulai kebawah merayap mendekati vaginanya. Kuusap halus bibir vaginanya yang sudah sedikit mengering.

“Mmmmm….” Risa merengek manja.
Sementara kemaluanku menggesek-gesek di pantatnya. Birahiku kembali meninggi sementara Risa hanya diam dan menurut saja dengan apa yg aku lakukan.

Ku arahkan tubuh Risa ke ranjang, kemudian kurebahkan badannya ke dengan posisi menelungkup, kepalanya menoleh kekanan dengan kaki aku kangkangkan menggantung ke bawah ranjang. Posisi ini menjadi seperti doggy style tapi dengan badan risa menelungkup di ranjang.

Dari belakang dapat kulihat belahan vagina Risa yg sudah menganga merah merekah. Lubang senggamanya terlihat jelas. Rupanya lubangnya belum kembali menyempit setelah apa yg aku lakukan tadi. Kali ini aku tanpa basa-basi karena kurasakan tadi vagina Risa masih sedikit basah dan sudah terbuka. Segera kuarahkan kejantananku memasuki lubang itu. Terasa agak susah karena sedikit kering.

Kulihat Risa sedikit meringis mungkin karena merasa sedikit perih. Aku harus melakukannya pelan-pelan. Kali ini baru kepala penisku saja yang bisa masuk walaupun lubang senggama Risa sudah terlihat menganga. Mungkin bagian dalam nya sudah sedikit kering. Dengan sabar dan pelan penisku menusuk-nusuk lubang vagina Risa.

Beberapa saat kemudian nampak pinggul Risa mulai bergerak-gerak, bersamaan itu aku mulai merasakan semakin basah lubang senggamanya. Setalah terasa memungkinkan langsung aku benamkan seluruh penisku masuk ke dalam. Risa kembali sedikit meringis namun seluruh batang penisku telah masuk kedalam. Perlahan lahan kuatur ritme tusukanku.

Setelah beberapa saat mulai ku gerayangi payudaranya. Namun karena menempel di ranjang aku jadi tidak leluasa memainkan putingnya. Kuraih tangan kanannya dan kutarik kebelakang untuk bergelayut di leherku. Sekarang posisinya agak tegak miring kekanan dengan dada seperti membusung sehingga payudara kanannya terlihat bebas begelayut indah.

Kuatur ritme tusukanku sambil mempermainkan putingnya dengan ujung jariku, sesekali sengaja kuremas agak keras payudaranya sambil sedikit menghentak kan tusukanku. Risa hanya bisa menatapku dengan pasrah. Batang kejantananku semakin cepat menusuk-nusuk dan mengeras didalam lubang vagina Risa. Otot-otot vagina Risa sepertinya mulai merespon dengan mulai berkedut-kedut.

Penis kukeluarkan dari liang vaginanya kemudian langsung aku benamkan dalam-dalam sehingga menimbulkan bunyi seperti orang bertepuk tangan, begitu seterusnya. Karena sudah basah dan licin serta lubang yang sudah menganga lebar membuat penisku tak pernah meleset menghujam masuk dengan cepat dalam lobang itu.

Kembali Risa hanya bisa menatapku dengan pasrah dengan apa yang aku lakukan kepadanya. Semakin kupercepat gerakanku hingga kurasa sudah mendekati puncaknya. Kubenamkan dalalm-dalam penisku dan saat itu juga kurasakan otot-otot vagina Risa seperti ikut meremas-remas kejantanaku.

Sesaat kemudian cairan kental muncrat dari ujung penisku yg terbenam dalalm-dalam di dalam lobang senggamanya. Saat itu juga rahimnya terisi penuh kembali oleh air maniku. Risa hanya bisa mendongak menahan sesuatu dengan sedikit desahan.

Tak lama kemudian seluruh badannya rebah di ranjang. Kembali kulihat matanya hanya terpejam. Kali ini segera kuangkat batang penisku dari lubang vaginanya. Kulihat cairan kental putih mulai meleleh keluar, segera kuambil tisu. Kuusap keatas dan kutahan tisu di bibir vaginanya. Aku tak ingin cairan itu keluar dari rahim Risa. Terbayang olehku menyetubuhinya dengan perut sedang membuncit.

Setelah beberapa saat kuangkat tisu tersebut. Sekarang yang terlihat olehku sebuah lubang yang masih menganga merah merekah, tak ada cairan basah meleleh disekitarnya. Sepertinya semua cairan tadi sudah masuk ke dalam rahim Risa. Kuangkat tubuh Risa yang sudah lunglai itu lebih keatas agar dia bisa beristirahat dengan lebih nyaman. Kuselimuti tubuh tanpa pakaian itu agar tidak kedinginan, sementara matanya masih terpejam dan membisu.

Aku beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan badanku. Namun aku teringat sesuatu. Segera kucari tas yang dibawa Risa, kubuka dan kutemukan 2 celana dalam berenda tipis dan 2 buah bra. Ku lihat sesaat “wacoal 36a”, tanpa kawat penyangga dan spon. Kuambil semuanya dan kumasukkan ke dalam tasku.

Selesai membersihkan diri aku segera merebahkan diri di samping kiri Risa. Risa yang masih polos tanpa baju terbaring tidur di sebelahku hanya dengan selimut menutupi tubuhnya. Ku amati wajahnya yang manis yang telah meluluhkan hatiku. Risa yang ternyata cepat mencapai orgasme. Risa yang ternyata sangat mudah untuk terpancing libido sexnya yang sebelumnya tak pernah kuduga.

Mungkin karena dia adalah type wanita yang mudah terangsang dan sekaligus mudah terhanyut perasaannya. Entah saat ini apakah dia sadar atau tidak kalau semua ini dari awal sebenarnya hanyalah akal bulusku saja untuk bisa menidurinya. Kucium keningnya. Tiba-tiba dia membuka matanya, mungkin terbangun karena kecupanku tadi. Matanya yang terlihat masih mengantuk menatapku sesaat, kemudian tersenyum kecil.

“Mas…..” bisiknya lirih ambil memiringkan tubuhnya ke arahku kemudian langsung mengatupkan matanya kembali.
Hanya kata itu yang sedari tadi selalu terucap dari bibir tipisnya. Membuatku gemas karena pikiranku harus berusaha mengartikan sendiri maksud panggilan itu tadi.

Kurengkuh tubuhnya dengan menyisipkan tangan kananku dibawah leher, kemudian kugeser badannya sehingga seperti bersandar di dada kiriku dengan posisi membelakangiku. Kulingkarkan tangan ku melewati bawah ketiak kanannya sehingga tanganku bisa meraba payudara kirinya, dan kuremas dengan lembut.

Sementara tangan kiriku langsung menuju pangkal pahanya. Jari tengahku pun bermain mencari lubang senggamanya. Langsung kumasukkan dan tetap aku diamkan menembus lubang itu sambil tertidur. Berharap bermimpi bercinta juga lagi dengannya.